Free Web Hosting
Untitled Document

 

Untitled Document

Beranda Tentang Kami Panti Asuhan Sekolah Kegiatan Hubungi Kami

 

Untitled Document

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sejarah 100 Tahun (1892-1992) Organisasi

 

 

Untitled Document
Beranda
Tentang Kami
Panti Asuhan
Sekolah
Kegiatan
Hubungi Kami

 

Untitled Document

Sejarah Pa van der Steur


Siapakah Johannes van der Steur?

Tanggal 10 Juli 1865 merupakan hari khusus dan membahagiakan bagi keluarga van der Steur. Hari itu keluarga yang tinggal di Haarlem, sebuah kota kecil di Negeri Belanda, dikaruniai oleh Tuhan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Johannes.

Anak tersebut merupakan salah satu anak dari keluarga van der Steur yang oleh Tuhan diberi karunia 10 anak. Keluarga van der Steur dapat dikatakan bukanlah keluarga yang berada atau berkecukupan. Mereka harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dalam merawat 10 anak mereka. Oleh karena itulah, sejak usia yang masih sangat muda Johannes sudah harus bekerja untuk membantu kedua orang tuanya.

Salah satu sifat yang sangat menonjol dari Johannes adalah kesukaannya untuk menolong orang lain. Barangkali karena sifatnya itulah, maka setelah dewasa, Johannes bekerja sebagai Penginjil. Dalam menjalankan pelayanannya, Johannes tidak saja berkhotbah, tetapi juga berbicara dari hati ke hati dengan setiap orang yang ditolong dan dilayaninya.

Suatu saat di kota Harderwijk, ia bertemu dengan tentara yang baru kembali bertugas dari Indonesia yang pada waktu itu dikenal dengan nama Hindia Belanda. Dari mereka Johannes mendengar bagaimana penderitaan yang dialami oleh para teman-teman mereka yang bertugas di Indonesia. Berita tersebut seakan-akan menggugah Johannes yang sifat suka menolongnya sangat besar. Hatinya bergejolak, dan tekadnya untuk menolong tidak tertahan. Ia akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Indonesia dengan cara dan jalan apapun. Pada tanggal 10 September 1892, berangkatlah Johannes ke Indonesia, walaupun dengan berat hati harus meninggalkan orang tua, saudara-saudara, sahabat dan kampung halamannya yang sangat ia cintai, dan menanggung segala risiko yang akan dihadapinya.

Setibanya di Indonesia ia memilih Magelang, untuk tempat bekerja. Mula-mula ia bekerja di sebuah asrama tentara Belanda. Setiap hari di tempat tidur para prajurit ia membagikan tractaat, semacam brosur yang memuat renungan singkat dari ayat=ayat Alkitab. Dari sinilah mungkin tanpa ia sadari, dan hanya dengan modal kepercayaan yang luar biasa kepada Tuhan, Johannes memulai pekerjaan yang besar bagi sesamanya.

Pekerjaan untuk membagi tractaat dijalankan dengan satu dasar, yaitu kasihnya terhadap sesama. Pada suatu hari datanglah kepadanya seorang prajurit Belanda yang sedang mabuk. Prajurit itu menantang Johannes untuk merawat 4 orang anak dari teamnnya yang hidup di kampung dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Sekali lagi sifatnya yang suka menolong sesama tergugah. Tanpa banyak bicara Johannes bersama si penantang pergi ke kampung dimana 4 anak tersebut tinggal bersama ibunya. Kemudian Johannes mengajak anak-anak tersebut ke rumahnya, walaupun untuk merawat keempat anak tersebut ia tidak mempunyai modal apapun, selain kasih sayang terhadap sesamanya dan iman kepada Tuhan.

Pada suatu hari keempat anak tersebut bertanya kepada Johannes : "Dengan nama apa kita harus memanggil Tuan?" Menjawab pertanyaan tersebut, Johannes berkata : "Panggil apa saja yang kalian kehendaki." Keempat anak tersebut akhirnya memilih panggilan Pa singkatan dari Papa. Sejak itu ia dikenal dengan nama Pa van der Steur.

Johannes yang saat itu berusia 27 tahun dan masih bujangan menjadi ayah dari 4 orang "anak" yang bukan anaknya sendiri. Oleh Johannes keempat anak tersebut ditempatkan di sebuah rumah yang berdinding gedeg (dinding dari anyaman bambu) yang ia namakan Oranje Nassau yang di kemudian hari nama ini digunakan sebagai nama Panti Asuhan. Bermula dari empat anak di rumah gedeg itulah Johannes memulai pekerjaan raksasa yang menjadikan dirinya bapak dari beribu-ribu anak di kemudian hari. "Anak" dari Pa van der Steur cepat bertambah dari 4 anak menjadi 6, 11, dan seterusnya. Tahun-tahun pertama dirasakan sangat sulit, apalagi ia hanya bekerja seorang diri. Ia sendiri yang memasak, bahkan menjahit pakaian anak-anaknya. Untung ada prajurit-prajurit yang sering menolongnya dengan pekerjaan mencuci, menjahit pakaian atau bermain dengan anak-anak. Satu hal yang sangat ia perlukan adalah seorang wanita yang dapat membantunya. Pa van der Steur teringat akan 5 orang saudara perempuannya yang belum menikah di Negeri Belanda. Karena itu ia meminta kepada orangtuanya untuk mengirimkan salah satu dari 5 orang saudaranya datang ke Indonesia agar dapat membantu pekerjaannya.

Tepat pada hari ulang tahun kelahirannya tanggal 10 Juli 1893, Pa van der Steur mendapat hadiah yang sangat menyenangkan hatinya dari orang tuanya. Ia mendapat telegram bahwa Marie saudara perempuannya akan datang ke Indonesia.

Anak-anak bertambah dengan sangat cepat dan sampai tahun 1895 jumlahnya sudah mencapai 40 anak. Rumah yang ditempati selama ini sudah terasa sangat sempit sehingga Pa terpaksa menyewa tiga buah rumah di tengah kota Magelang untuk menampung mereka. Jumlah anak bertambah terus sehingga dalam jangka waktu kurang dari empat tahun, rumah sewaan itu sudah tidak cukup luas untuk ditempati.
Pa harus mencari tempat yang lebih luas lagi. Untunglah, pada tahun 1902, atas permintaan Pa, Residen memberikan izin untuk menggunakan bekas asrama Korps Prajurit dengan dasar pinjam pakai yang kemudian hari dibeli oleh Pa. Masalah tempat tinggal sudah dapat dibenahi, tetapi masih banyak kesulitan yang masih perlu diatasi. Untuk memenuhi kebutuhan makanan dan pakaian anak-anaknya, kadang-kadang Pa terpaksa harus menjual harta miliknya antara lain cincin, arloji dan sebagainya. Sejak tahun 1897 ia mendapat bantuan dari Pemerintah Belanda sebesar Nfl 100 setiap bulan. Apalah artinya uang sejumlah itu dibandingkan dengan kebutuhan ratusan anak. Tetapi Tuhan Yang Maha Pemurah selalu menyertai dan memberkatinya. Pekerjaan berjalan terus, meskipun kesulitan dan hambatan tidak pernah berakhir.

Pada tahun 1902 Marie van der Steur, saudara perempuan Pa yang telah membantunya selama 9 tahun terpaksa harus pulang ke Negeri Belanda karena sakit. Dengan kepergian Marie keadaan di Oranje Nassau khususnya di bagian putri menjadi sangat sulit. Tidak dapat dibayangkan bagaimana Pa harus menyelesaikan dan mengatasi persoalan yang dihadapinya tanpa bantuan dari seorang wanita seperti Marie yang selama ini telah membantunya dengan baik selama bertahun-tahun. Apalagi di saat yang sama Pa van der Steur juga sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Keadaan makin bertambah parah karena atas nasihat dokter, Pa harus berobat dan sekaligus beristirahat di Negeri Belanda.

Pada tanggal 13 Mei 1903 dengan hati yang berat Pa meninggalkan 350 anak yang dikasihinya menuju ke Negeri Belanda. Selama di Negeri Belanda Pa mempercayakan pekerjaannya kepada saudaranya Gijsbert van der Steur yang sudah tentu hal itu merupakan pekerjaan yang sangat berat. Ini terbukti setelah 2 bulan Pa beristirahat di Haarlem, ia menerima telegram dari Magelang yang isinya "minta bantuan". Pa juga menerima surat dari anak-anak yang menceritakan keadaan tentang Panti Asuhan. Atas dasar hal tersebut Pa menarik kesimpulan bahwa ia tidak boleh tinggal lebih lama di Negeri Belanda.

Ia berangkat dari Negeri Belanda pada tanggal 11 Agustus 1903 dan tiba kembali di Indonesia tanggal 6 September pada tahun yang sama. Sejak saat itu ia tidak pernah lagi melihat kampung halaman sampai akhir hayatnya.

Seperti sudah dikemukakan bahwa dengan kepergian Marie, keadaan di Oranje Nassau menjadi sangat sulit, khususnya dalam mengasuh anak-anak putri. Pa merasa memerlukan seorang wanita yang dapat mendampinginya dalam melaksanakan pekerjaannya yang sekaligus dapat berperan sebagai ibu dari anak asuhnya.

Wanita yang menerima tugas itu adalah Anna Maria Zwager yang oleh anak-anak kemudian dikenal sebagai Moe van der Steur. Mereka menikah pada tanggal 4 April 1907. Ternyata Anna Maria benar-benar dapat menjalankan tugasnya selama 29 tahun dengan sangat baik. Pada tahun 1936 Anna Maria wafat dan meninggalkan Pa dengan 1.000 anak yang sangat dikasihinya. Sekali lagi Pa kehilangan seorang pendamping yang sangat setia.

Seperti pernah dikemukakan, bahwa anak asuh Pa bertambah dengan sangat cepat. Dengan mulai mengasuh 4 anak pada tahun 1892, pada tahun 1895 anak asuh menjadi 50 anak, dan setahun kemudian menjadi 65 anak. Tahun 1929 jumlah anak sudah mencapai 900 anak dan sekitar tahun 1941 menjadi 1.100 anak. Dengan jumlah anak asuh yang ribuan banyaknya, maka keluarga Oranje Nassau benar-benar merupakan keluarga yang luar biasa besarnya.

Tahun 1942, Jepang datang dan memerintah di Indonesia. Keadaan menjadi semakin sulit. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi keadaan di Oranje Nassau, yang jumlah anaknya sudah mencapai 1.100 orang. Betapa berat tanggung jawab Pa sulit digambarkan. Bagi banyak orang waktu itu, untuk mencari sesuap nasipun sangat sulit, bahkan banyak orang yang terlantar dan mati kelaparan.

Keadaan di Oranje Nassau semakin bertambah sulit sewaktu tentara Jepang memenjarakan Pa. Betapa besar kasih sayang anak-anak kepada Pa dapat tergambar pada saat tentara Jepang datang di Oranje Nassau untuk mengambil Pa. Anak-anak kecil dan anak perempuan menahan Pa dengan memegangi tangan atau kaki Pa sambil menangis. Anak-anak yang besar siap menghadang tentara Jepang dengan resiko apapun. Hanya karena Pa dapat menenangkan mereka sajalah, maka tentara Jepang berhasil membawa Pa.

Demikianlah selama hampir 2 tahun, Pa berpisah dengan anak-anak dan hidup berpindah-pindah dari satu penjara ke penjara lain di Magelang, Cimahi, dan Semarang. Betapa berat penderitaan Pa yang saat itu berusia 78 tahun tidak banyak orang yang tahu. Tetapi yang pasti Pa tidak saja menderita secara jasmani, tetapi juga mengalami penderitaan batin karena harus berpisah dengan ribuan anak yang sangat dikasihi dan yang membutuhkan pertolongannya.

Beberapa saat setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada awal bulan September 1945, Pa yang keadaan fisiknya sudah sangat lemah karena usia lanjut dan penyakit yang dideritanya dijemput oleh beberapa anak untuk kembali ke Oranje Nassau.

Berbagai upaya telah dilakukan dan beberapa orang dokter merawatnya agar kesehatan Pa pulih kembali.
Tetapi Tuhan Yang Maha Kuasa menetapkan lain. Pada hari Minggu tanggal 16 September 1945 pukul 9.00 pagi, Pa pergi untuk selama-lamanya untuk memenuhi panggilan Sang Pencipta. Perjalanan hidup yang panjang dan melelahkan telah ditempuhnya, dan Pa layak untuk istirahat dengan damai di sisi Tuhan.

Penerus Pa van der Steur

Sejak Pa dipenjara dan sampai meninggal, pelayanan anak-anak di Oranje Nassau dipimpin oleh Bapak Jan Salmon. Keadaan Oranje Nassau saat itu seperti tidak habisnya dirundung oleh kesusahan dan kesulitan. Hal ini disebabkan karena situasi yang memang sangat sulit dan tidak aman yang diakibatkan oleh peperangan.

Pada tahun 1949 anak-anak Pa van der Steur, karena situasi dan kondisi pada saat itu, harus meninggalkan kota Magelang menuju Jakarta. Bagi anak-anak dan pengasuh, perpindahan tersebut menimbulkan rasa haru yang sulit digambarkan. Mereka terpaksa meninggalkan tempat tinggal dimana mereka dibesarkan, tempat yang sudah begitu banyak memberi kenangan. Di Jakarta mereka ditempatkan di asrama yang terletak di Jalan Salemba No. 14 yang sebelumnya mereka ditampung di sebuah asrama yang terletak di Jalan Bidara Caina No. 64 A. Di Jakarta, pimpinan untuk melayani anak-anak masih dipegang oleh Bapak Jan Salmon sampai tahun 1950. Sesudah itu pekerjaan pelayanan dilanjutkan berturut-turut diantaranya oleh Bapak Mias Nendissa, Domine Hubner dan Bapak Piet Veerremans. Selama Oud Steurtjes (bekas anak-anak asuhan Pa van der Steur) masih banyak yang berada di Indonesia, keadaan Panti Asuhan berjalan dengan lancar dan baik. Tetapi setelah diantara mereka banyak yang meninggalkan Indonesia, keadaan mulai berubah dan terasa semakin sulit. Anak-anak di Panti Asuhan kurang terurus, sehingga menimbulkan dugaan seolah-olah pekerjaan Pa van der Steur di Indonesia sudah tidak ada lagi. Keadaan yang memprihatinkan tersebut berjalan dari tahun ke tahun, sampai suatu saat, beberapa Oud Steurtjes diminta untuk membantu dan duduk di dalam Badan Pengurus Yayasan, dan berbuat segala sesuatu yang dapat memperbaiki keadaan di Panti Asuhan.

Di antara Steurtjes tersebut adalah Bapak Yakob Henuhili yang saat itu sebagai Sekretaris Yayasan dan Bapak Bernard, SH. Bagi Pak Bernard, keterlibatannya dalam pekerjaan Pa van der Steur sebenarnya bukan hal yang baru. Bahkan sejak Pa masih memimpin langsung pekerjaan tersebut, Pak Bernard sudah sering mendapat tugas dari Pa untuk membantu kelancaran pekerjaan di Oranje Nassau. Karena perhatiannya yang begitua besar itulah, Pak Bernard pernah dipenjarakan bersama Pa selama tiga bulan. Apa yang dilakukan Pak Bernard untuk anak-anak Oranje Nassau rupanya mendapat perhatian juga dari Pa. Karena itu sewaktu Pa keluar dari penjara sambil menyalami Pak Bernard ia berkata : "Saya bahagia sekali kau masih tinggal di Oranje Nassau". Bagi Pak Bernard peristiwa tersebut menjadikan kesan yang mendalam. Setelah Pa meninggal walaupun pelayanan anak-anak dipimpin oleh Bapak Jan Salmon, peran serta dan perhatian Pak Bernard untuk pekerjaan Pa van der Steur tidak pernah terputus atau berhenti.

Pada tahun 1957, sewaktu keadaan Panti Asuhan dalam keadaan sangat sulit, atas desakan para Oud Steurtjes, Pak Bernard diminta untuk duduk dalam Badan Pengurus yang akhirnya ditunjuk menjadi bendahara. Kemudian sejak tahun 1976, Pak Bernard yang bagi anak-anak asuh lebih dikenal dengan panggilan"Oom Bram" menjadi Ketua Badan Pengurus Yayasan Pa van der Steur.

Untitled Document

Di bagian depan kantor Pa

Pemandangan dari samping ruang kerja Pa

Peresmian tanah yang kemudian menjadi aula baru

Bis sekolah milik Oranje Nassau

Ruang tidur anak laki-laki Sekolah Lanjutan Atas dan Sekolah Teknik

Pa dengan Marching Band-nya

Bapak Bram Bernard

 

 

English
Indonesia